ETIKA BISNIS DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL



ETIKA BISNIS DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL
TUGAS MANAJEMEN BISNIS 1
Nama : SYOFYAN MULYANA 20140410286
Kelas : MANAJEMEN G/UMY
Dosen : Drs. Gita Danupranata, S.E., M.M.

ETIKA BISNIS
Pengertian Etika
Etika berasal dari kata Yunani Kuno: “ethikos“, berarti “timbul dari kebiasaan”. Etika adalah cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab.
Pengertian Bisnis
Dalam ilmu ekonomi, bisnis adalah suatu organisasi yang menjual barang atau jasa kepada konsumen atau bisnis lainnya, untuk mendapatkan laba. Secara historis kata bisnis dari bahasa Inggris business, dari kata dasar busy yang berarti “sibuk” dalam konteks individu, komunitas, ataupun masyarakat. Dalam artian, sibuk mengerjakan aktivitas dan pekerjaan yang mendatangkan keuntungan.
Dalam ekonomi kapitalis, dimana kebanyakan bisnis dimiliki oleh pihak swasta, bisnis dibentuk untuk mendapatkan profit dan meningkatkan kemakmuran para pemiliknya. Pemilik dan operator dari sebuah bisnis mendapatkan imbalan sesuai dengan waktu, usaha, atau kapital yang mereka berikan. Namun tidak semua bisnis mengejar keuntungan seperti ini, misalnya bisnis koperatif yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan semua anggotanya atau institusi pemerintah yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Model bisnis seperti ini kontras dengan sistem sosialistik, dimana bisnis besar kebanyakan dimiliki oleh pemerintah, masyarakat umum, atau serikat pekerja.
Pengertian Etika Bisnis
Menurut Zimmerer (1996:20), etika bisnis adalah suatu kode etik perilaku pengusaha berdasarkan nilai – nilai moral dan norma yang dijadikan tuntunan dalam membuat keputusan dan memecahkan persoalan.
Menurut Ronald J. Ebert dan Ricky M. Griffin (200:80), etika bisnis adalah istilah yang sering digunakan untuk menunjukkan perilaku dari etika seseorang manajer atau karyawan suatu organisasi.
Etika bisnis merupakan cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika Bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang saham, masyarakat.
Perusahaan meyakini prinsip bisnis yang baik adalah bisnis yang beretika, yakni bisnis dengan kinerja unggul dan berkesinambungan yang dijalankan dengan mentaati kaidah-kaidah etika sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku.
Etika Bisnis dapat menjadi standar dan pedoman bagi seluruh karyawan termasuk manajemen dan menjadikannya sebagai pedoman untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari dengan dilandasi moral yang luhur, jujur, transparan dan sikap yang profesional.
Menurut Zimmerer (1996), kerangka kerja etika dapat dikembangkan melalui tiga tahap :
1.      Mengakui dimensi – dimensi etika yang ada sebagai suatu alternatif atau keputusan. Artinya, sebelum wirausaha menginformasikan suatu keputusan etika yang dibuat, terlebih dahulu ia harus mengakui etika yang ada.
2.      Mengidentifikasi pemilik kepentingan kunci yang terlibat dalam pengambilan keputusan. Setiap keputusan bisnis akan memengaruhi dan dipengaruhi oleh berbagai pemilik kepentingan.
3.      Membuat pilihan alternatif dan membedakan antara tanggapan etika dan bukan etika. Ketika akan membuat pilihan alternatif tanggapan etika dan bukan etika serta mengevaluasi dampak positif dan negatifnya, manajer akan menemukan beberapa hal berikut :
a.       Prinsip – prinsi dan etika perilaku
b.      Hak hak moral
c.       Keadilan
d.      Konsekuensi dan hasil
e.       Pembenaran publik
f.       Intuisi dan pengertian / wawasan.
Memilih tanggapan etika yang terbaik dan mengimplementaasikannya. Pilihan tersebut harus konsisten dengan tujuan, budaya, dan sistem nilai perusahaan serta keputusan individu. Oleh karena itu ada tiga tipe manajer dilihat dari sudut etikanya :
1.      Manajemen Tidak Bermoral. Manajemen tidak bermoral didorong oleh kepentingan dirinya sendiri, demi keuntungan sendiri atau perusahaan. Kekuatan yang menggerakan manajemen immoral adalah kerakusan/ketamakan yaitu berupa prestasi organisasi atau keberhasilan personal.
2.      Manajemen Amoral.  Tujuan utamanya adalah laba, akan tetapi tindakannya berbeda dengan manajemen immoral. Yang membedakannya yaitu mereka tidak dengan sengaja melanggar hukum atau norma etika. Yang terjadi pada manajemen amoral adalah bebas kendali dalam pengambilan keputusan, artinya mereka tidak mempertimbangkan etika dalam mengambil keputusan.
3.      Manajemen bermoral. Bertujuan untuk meraih keberhasilan, tetapi menggunakan aspek legal dan prinsip – prinsip etika. Filosofi manajer bermoral selalu melihat hukum sebagai standar minimum untuk beretika dalam perilaku.

Prinsip – prinsip Etika dan Perilaku Bisnis
Menurut pendapat Michael josephson (1998) yang dikutip oleh zimmerer (1996: 27 – 28), secara universal, ada 10 prinsip etika yang mengarahkan perilaku, yaitu:
1.      Kejujuran, yaitu penuh kepercayaan, bersifat jujur, sungguh – sungguh, terus terang, tidak curang, tidak mencuri, tidak menggelapkan, tidak berbohong.
2.      Integritas, yaitu memegang prinsip melakukan kegiatan yang terhormat, tulus hai, berani dan penuh pendirian/keyakinan, tidak bermuka dua, tidak berbuat jahat, dan dapat dipercaya.
3.      Memelihara janji, yaitu selalu menaati janji, patut dipercaya, penuh komitmen, patuh, tidak menginteprestasikan persetujuan dalam bentuk teknikal atau legalistic dengan dalih ketidakrelaan.
4.      Kesetiaan, yaitu hormat dan loyal kepada keluarga, teman, karyawan, dan Negara, tidak menggunakan atau memperlihatkan informasi rahasia, begitu juga dalam suatu konteks professional, menjaga/melindungi kemampuan untuk membuat keputusan professional yang bebas dan teliti, dan menghindari hal yang tidak pantas serta konflik kepentngan.
5.      Kewajaran/ keadilan, yaitu berlaku adil dan berbudi luhur, bersedia mengakui kesalahan, memperlihatkan komitmen keadilan, persamaan perlakuan individual dan toleran terhadap perbedaan, serta tidak bertindak melampaui batas atau mengambil keuntungan professional yang bebas dan teliti, dan menghindari hal yang tidak pantas serta konflik kepentingan.
6.      Suka membantu orang lain, yaitu saling membantu, berbaik hati, belas kasihan, tolong – menolong, kebersamaan, dan menghindari segala sesuatu yang membahayakan orang lain.
7.      Hormat kepada orang lain, yaitu menghormati martabat orang lain, kebebasan dan hak menentukan nasib sendiri bagi semua orang, bersopan santun, tidak merendahkan dan memperlakukan martabat orang lain.
8.      Warga Negara yang bertanggung jawab, yaitu selalu menaati hukum/aturan, penuh kesadaran social, dan menghormati proses demokrasi dalam mengambil keputusan.
9.      Mengejar keunggulan, yaitu mengejar keunggulan dalam segala hal, baik dalam pertemuan personal maupun pertanggungjawaban professional, tekun, dapat dipercaya/diandalkan, rajin penuh komitmen, melakukan semua tugas dengan kemampuan terbaik, dan mengembangkan serta mempertahankan tingkat kompetensi yang tinggi.
10.  Dapat dipertanggungjawabkan, yaitu memiliki dan menerima tanggung jawab atas keputusan dan konsekuensinya serta selalu memberi contoh

Cara –cara mempertahankan standar etika
1.      Ciptakan kepercayaan perusahaan. Kepercayaan perusahaan dalam menetapkan nilai –nilai perusahaan yang mendasari tanggung jawab etika bagi pemilik kepentingan.
2.      Kembangkan kode etik. Kode etik merupakan suatu catatan tentang standar tingkah laku dan prinsip –prinsip etika yang diharapkan perusahaan dari karyawan.
3.      Jalankan kode etik secara adil dan konsisten. Manajer harus mengambil tindakan apabila mereka melanggar etika. Bila karyawan mengetahui bahwa yang melnggar etika tidak dihukum, maka kode etik menjadi tidak berarti apa – apa.
4.      Lindungi hak perorangan. Akhir dari semua keputusan setiap etika sangat begantung pada individu. Melindungi seseorang dengan kekuatan prinsip moral dan nilainya merupakan jaminan terbaik untuk menghindari penyimpangan etika.
5.      Adakan pelatihan etika. Workshop merupakan alat untuk meningkatkan kesadaran para karyawan.
6.      Lakukan audit etika secara periodic. Audit merupakan cara terbaik untuk mengevaluasi efektivitas system etika.
7.      Pertahankan standar tinggi tentang tingkah laku, tidak hanya aturan. Standar tingkahb laku sangat penting untuk menekankan betapa pentingnya etika dalam organisasi.
8.      Hindari contoh etika yang tercela setiap saat dan etika diawali dari atasan. Atasan harus memberi contoh dan menaruh kepercayaan kepada bawahannya.
9.      Ciptakan budaya yang menekankan komunikasi dua arah. Komunikasi dua arah sangat penting, yaitu untuk menginformasikan barang dan jasa yang kita hasilkan dan menerima aspirasi untuk perbaikan perusahaan.
10.  Libatkan karyawan dalam mempertahankan standar etika. Para karyawan diberi kesempatan untuk memberikan umpan balik tentang bagaiman standar etika dipertahankan.
Tiga aspek pokok dari bisnis yaitu : dari sudut pandang ekonomi, hukum dan etika.
  1.  Sudut pandang ekonomis.
Bisnis adalah kegiatan ekonomis. Yang terjadi disini adalah adanya interaksi antara produsen/perusahaan dengan pekerja, produsen dengan konsumen, produsen dengan produsen dalam sebuah organisasi. Kegiatan antar manusia ini adalah bertujuan untuk mencari untung oleh karena itu menjadi kegiatan ekonomis. Pencarian keuntungan dalam bisnis tidak bersifat sepihak, tetapi dilakukan melalui interaksi yang melibatkan berbagai pihak.
Dari sudut pandang ekonomis, good business adalah bisnis yang bukan saja menguntungkan, tetapi juga bisnis yang berkualitas etis.
2.      Sudut pandang moral.
Dalam bisnis, berorientasi pada profit, adalah sangat wajar, akan tetapi jangan keuntungan yang diperoleh tersebut justru merugikan pihak lain. Tidak semua yang bisa kita lakukan boleh1 dilakukan juga. Kita harus menghormati kepentingan dan hak orang lain. Pantas diperhatikan, bahwa dengan itu kita sendiri tidak dirugikan, karena menghormati kepentingan dan hak orang lain itu juga perlu dilakukan demi kepentingan bisnis kita sendiri.
3.       Sudut pandang Hukum
Bisa dipastikan bahwa kegiatan bisnis juga terikat dengan “Hukum” Hukum Dagang atau Hukum Bisnis, yang merupakan cabang penting dari ilmu hukum modern. Dan dalam praktek hukum banyak masalah timbul dalam hubungan bisnis, pada taraf nasional maupun international. Seperti etika, hukum juga merupakan sudut pandang normatif, karena menetapkan apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Dari segi norma, hukum lebih jelas dan pasti daripada etika, karena peraturan hukum dituliskan hitam atas putih dan ada sanksi tertentu bila terjadi pelanggaran. Bahkan pada zaman kekaisaran Roma, ada pepatah terkenal : “Quid leges sine moribus” yang artinya : “apa artinya undang-undang kalau tidak disertai moralitas “
Contoh perusahaan yang telah menerapkan etika dalam bisnis :
PT. Pupuk Indonesia
Kebijakan Larangan Gratifikasi dan anti Suap Perusahaan telah menerapkan kebijakan yang melarang pemberian dan penerimaan setiap bentuk uang, hadiah atau kenikmatan atau manfaat, pemberian diskon, pinjaman, penyediaan fasilitas akomodasi, transportasi atau halhal sejenis lainnya yang terkait dengan bisnis perusahaan kepada dan dari pejabat, rekan kerja, mitra bisnis atau pihak-pihak lain atau dari siapapun yang terkait dengan kedudukan atau tugasnya sebagai petugas senior atau karyawan Perusahaan yang diduga akan mempengaruhi pengambilan suatu keputusan.
Kebijakan dan prosedur Pelaporan (whistle blower) Sebagai salah satu usaha peningkatan penerapan prinsip prinsip Good Corporate Governance (GCG) di lingkungan PIHC beserta seluruh jajaran anak perusahaannya, pada tanggal 30 Mei 2008, bertempat di gedung Bidakara, Jakarta, telah dilaksanakan penandatangan Piagam Pakta Integritas yang dilakukan oleh seluruh Direksi dan Komisaris Utama PIHC beserta seluruh jajaran anak perusahaannya. Selaku perwakilan dari PIHC, penandatanganan piagam tersebut dilakukan oleh Direktur Utama, Bpk. Dadang Heru Kodri. Acara tersebut juga dilengkapi dengan pembekalan mengenai Etika Bisnis yang disampaikan oleh Ketua KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) saat itu, Bpk. Antasari Azhar.
Inti Pakta Integritas tersebut adalah pernyataan Direksi dan Komisaris Utama yang memegang teguh dan bertanggung jawab atas penerapan prinsip-prinsip dasar Integritas di lingkungan PIHC dengan tujuan untuk melaksanakan usaha yang bersih, transparan, profesional dan pembentukan Whistle Blowing System (M-18) serta bertindak jujur, dapat dipercaya, menghindari konflik kepentingan dan tidak mentolerir suap.
Pelaksanaan penerapan Good Corporate Governance itu tidak hanya wajib dilakukan oleh pihak Direksi dan Komisaris saja, tetapi juga wajib dilaksanakan oleh seluruh karyawan untuk mendukung keberhasilan pelaksanaan pakta integritas yang telah ditandatangani.
Kebijakan Anti Fraud Perusahaan melarang anggota Komisaris, Direksi, dan seluruh karyawan PIHC dan pihak terkait untuk melakukan dan memasuki setiap transaksi negatif (fraud). Apabila transaksi tersebut terjadi, maka setiap pihak yang terlibat akan dikenai sanksi, penahanan dan tuntutan sesuai hukum yang berlaku.
Kebijakan Keterlibatan Dalam Politik Kebijakan Perusahaan mengharuskan Direksi dan karyawan yang mewakili Perusahaan dalam setiap urusan Pemerintah dan politik, untuk patuh terhadap setiap perundang-undangan yang mengatur keterlibatan perusahaan dalam urusan publik.
Contoh perusahaan yang tidak menerapkan etika bisnis :
Tiga Perusahaan Diduga Buang Limbah ke Kali Surabaya. Inspeksi mendadak patroli air di kawasan industri sepanjang Kali Surabaya dan Kali Tengah Jumat (9/1) lalu sempat dihalang-halangi pihak keamanan setempat. Namun demikian, tim patroli air berhasil melakukan pemberkasan di tiga industri yang terindikasi melakukan pembuangan limbah. Dalam patroli air keempat yang berlangsung pukul 14.00 hingga pukul 23.30 ini, tim menemukan tiga industri yang diduga menyalurkan limbah industri berbahaya ke Kali Surabaya dan Kali Tengah. Tiga perusahaan tersebut adalah, industri kertas PT Surya Agung Kertas, industri baja PT Sepindo, dan industri kerupuk PT Titian Alam Semesta. Saat di lapangan, tim menemukan indikasi pembuangan limbah berbahaya di saluran pembuangan yang mengalirkan air berwarna putih. “Air yang mengalir di saluran pembuangan limbah PT Surya Agung Kertas dan PT Sepindo berwarna putih pekat.
Cairan tersebut menyebabkan gatal-gatal di tangan,” kata anggota tim patroli sekaligus Koordinator Konsorso ium Lingkungan Hidup Imam Rohani, Minggu (11/1) di Surabaya. Melihat fenomena tersebut, tim kemudian masuk ke dalam pabrik untuk mengambil sampel limbah di instalasi pengolahan limbah (ipal) dan melakukan pemberkasan di tempat. Namun, satuan pengamanan (satpam) di PT Surya Agung Kertas dan PT Sepindo menghalang-halangi petugas.
“Tanggapan dari petugas keamanan kurang bersahabat, padahal kami sudah menunjukkan surat tugas resmi yang ditanda tangani pihak Kepolisian Wilayah Kota Besar (Polwiltabes) Surabaya . Mereka meminta tim untuk menunggu izin resmi dari pihak perusahaan,” tuturnya. Namun demikian, tim patroli tetap bersikeras untuk mengambil sampel limbah secara langsung. Setelah terjadi perdebatan, tim akhirnya dapat mengambil sampel limbah dan melakukan pemberkasan.
Sementara itu, pengambilan sampel dan pemberkasan di PT Titian Alam Semesta berlangsung lancar. Saat tim datang, industri tersebut ditemui sedang menguras ipal mereka. Karena saluran limbah ke kolam penampungan ditutup, maka sebagian cairan limbah meluap dan mengalir ke Kali Tengah. Wakil Kepala Divisi Jasa Air dan Sumber Air IV Perum Jasa Tirta I Achmad Syam menambahkan, dalam patroli air petugas memakai dua moda transportasi yaitu perahu dan mobil. Mobil berpatroli di kawasan industri Kali Tengah, sedangkan perahu menyusur kawasan industri Kali Surabaya.
DEFINISI TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN
Schermerhorn (1993) memberi definisi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan sebagai suatu kepedulian organisasi bisnis untuk bertindak dengan cara-cara mereka sendiri dalam melayanai kepentingan organisasi dan kepentingan public eksternal.
Secara konseptual, TSP adalah pendekatan dimana perusahaan mengintegarasikan kepedulian sosial dalam operasi bisnis dan interaksi mereka dengan para pemangku kepentingan ( stakeholders ) berdasarkan prinsip kesukarelaan dan kemitraan. ( Nuryana, 2005 ). Meskipun sesungguhnya memiliki pendekatan yang relative berbeda, beberapa nama lain yang memiliki kemiripan atau bahkan identik dengan TSP antara lain, Investasi Sosial Perusahaan( corporate social Investment/investing), pemberian perusahaan ( Corporate Giving), kedermawanan Perusahaan ( Corporate Philantropy ).
Secara teoretis, berbicara mengenai tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh perusahaan, maka setidaknya akan menyinggung 2 makna, yakni tanggung jawab dalam makna responsibility atau tanggung jawab moral atau etis, dan tanggung jawab dalam makna liability atau tanggung jawab yuridis atau hukum.
  1. Konsep Tanggung Jawab dalam Makna Responsibility
Burhanuddin Salam, dalam bukunya “Etika Sosial”, memberikan pengertian bahwa responsibility is having the character of a free moral agent; capable of determining one’s acts; capable deterred by consideration of sanction or consequences. (Tanggung jawab itu memiliki karakter agen yang bebas moral; mampu menentukan tindakan seseorang; mampu ditentukan oleh sanki/hukuman atau konsekuensi). Setidaknya dari pengertian tersebut, dapat kita ambil 2 kesimpulan : a)harus ada kesanggupan untuk menetapkan suatu perbuatan; dan b)harus ada kesanggupan untuk memikul resiko atas suatu perbuatan. Kemudian, kata tanggung jawab sendiri memiliki 3 unsur : 1)Kesadaran (awareness). Berarti tahu, mengetahui, mengenal. Dengan kata lain, seseorang(baca : perusahaan) baru dapat dimintai pertanggungjawaban, bila yang bersangkutan sadar tentang apa yang dilakukannya; 2)Kecintaan atau kesukaan (affiction). Berarti suka, menimbulkan rasa kepatuhan, kerelaan dan kesediaan berkorban. Rasa cinta timbul atas dasar kesadaran, apabila tidak ada kesadaran berarti rasa kecintaan tersebut tidak akan muncul. Jadi cinta timbul atas dasar kesadaran, atas kesadaran inilah lahirnya rasa tanggung jawab; 3)Keberanian (bravery). Berarti suatu rasa yang didorong oleh rasa keikhlasan, tidak ragu-ragu dan tidak takut dengan segala rintangan. Jadi pada prinsipnya tanggung jawab dalam arti responsibility lebih menekankan pada suatu perbuatan yang harus atau wajib dilakukan secara sadar dan siap untuk menanggung segala resiko dan atau konsekuensi apapun dari perbuatan yang didasarkan atas moral tersebut. Dengan kata lain responsibility merupakan tanggung jawab dalam arti sempit yaitu tanggung yang hanya disertai sanksi moral. Sehingga tidak salah apabila pemahaman sebagian pelaku dan atau perusahaan terhadap CSR hanya sebatas tanggung jawab moral yang mereka wujudkan dalam bentuk philanthropy maupun charity.
  1. Konsep Tanggung Jawab dalam Makna Liability
Berbicara tanggung jawab dalam makna liability, berarti berbicara tanggung jawab dalam ranah hukum, dan biasanya diwujudkan dalam bentuk tanggung jawab keperdataan. Dalam hukum keperdataan, prinsip-prinsip tanggung jawab dapat dibedakan sebagai berikut : 1)Prinsip tanggung jawab berdasarkan adanya unsure kesalahan (liability based on fault); 2)Prinsip tanggung jawab berdasarkan praduga(presumption of liability); 3)Prinsip tanggung jawab mutlak (absolute liability or strict liability). Selain ketiga hal tersebut, masih ada lagi khusus dalam gugatan keperdataan yang berkaitan dengan hukum lingkungan ada beberapa teori tanggung jawab lainnya yang dapat dijadikan acuan, yakni : 1)Market share liability; 2)Risk contribution; 3)Concert of action; 4)Alternative liability; 5)Enterprise liability. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan perbedaan antara tanggung jawab dalam makna responsibility dengan tanggung jawab dalam makna liability pada hakekatnya hanya terletak pada sumber pengaturannya. Jika tanggung jawab itu belum ada pengaturannya secara eksplisit dalam suatu norma hukum, maka termasuk dalam makna responsibility, dan sebaliknya, jika tanggung jawab itu telah diatur di dalam norma hukum, maka termasuk dalam makna liability
Model Tanggungjawab Sosial Perusahaan
Menurut Saidi dan Abidin ( 2004:64-65) ada empat model pola TSP di Indonesia :
1.      Keterlibatan langsung, Perusahaan menjalankan program TSP secara langsung dengan menyelengarakan sendiri kegaiatn social atau menyerahkan sumbangan ke masyarakat tanpa perantara.
2.      Melalui yayasan atau organisasi sosial perusahaan, Perusahaan mendirikan yayasan sendiri dibawah perusahaan atau grupnya. Model ini merupaka adopsi dari model yang lazm diterapkan di perusahaan-perusahaan di negara maju.
3.      Bermitra dengan pihak lain, Perusahaan menyelenggarakan TSP melalui kerjasama dengan lembaga sosial atau organisasinn pemerintah (Ornop), Instansi Pemerintah, Universitas atau media masa, baik dalam mengelola dana maupun dalam melaksanakan kegiatan sosialnya.
4.      Mendukung atau bergabung dalam suatu Konsorsium, perusahaan turut mendirikan, menjadi anggota atau mendukung suatu lembaga social yang didirikan untuk tujuan social tertentu
Contoh perusahaan yang menerapkan tanggung jawab social :
1. PT. Freeport Indonesia
PT. Freeport Indonesia mengklaim telah menyediakan layanan medis bagi masyarakat Papua melalui klinik-klinik kesehatan dan rumah sakit modern di Banti dan Timika. Di bidang pendidikan, PT Freeport menyediakan bantuan dana pendidikan untuk pelajar Papua, dan bekerja sama dengan pihak pemerintah Mimika melakukan peremajaan gedung-gedung dan sarana sekolah. Selain itu, perusahaan ini juga melakukan program pengembangan wirausaha seperti di Komoro dan Timika.
2. Astra Group
Melalui Yayasan Dharma Bhakti Astra menyebutkan bahwa mereka telah melakukan program pemberdayaan UKM melalui peningkatan kompetensi dan kapasitas produsen. Termasuk di dalam program ini adalah pelatihan manajemen, studi banding, magang, dan bantuan teknis. Di luar itu, grup Astra juga mendirikan Yayasan Toyota dan Astra yang memberikan bantuan pendidikan. Yayasan ini kemudian mengembangkan beberapa program seperti: pemberian beasiswa, dana riset, mensponsori kegiatan ilmiah universitas, penerjemahan dan donasi buku-buku teknik, program magang dan pelatihan kewirausahaan di bidang otomotif.

Read Users' Comments (0)

0 Response to "ETIKA BISNIS DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL"

Posting Komentar